Ditengah Menggilanya Belanja Online, Pelaku UMKM Batam Hanya Bisa Gigit Jari dan Nelan Ludah

AVP External Communication PT Telkom Indonesia (Persero), Sabri Rasyid (dua dari kiri) memberikan pembinaan tentang teknologi AI di Rumah UMKM Telkom Batam kepada para pelaku UMKM.
AVP External Communication PT Telkom Indonesia (Persero), Sabri Rasyid (dua dari kiri) memberikan pembinaan tentang teknologi AI di Rumah UMKM Telkom Batam kepada para pelaku UMKM.



UMKM Batam Menjerit: Terkunci Aturan, Cuan Melayang

BATAMCLICK.COM – Di tengah maraknya transaksi digital dan menjamurnya toko online di Indonesia, pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di Batam justru gigit jari. Bukan karena produk mereka kalah saing, melainkan karena aturan ketat yang membelenggu langkah mereka menembus pasar nasional.

Batam, dengan status sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/FTZ), menikmati kemudahan luar biasa dalam hal ekspor dan impor. Barang mewah bebas masuk tanpa bea dan pajak. Namun ada syarat besar: barang-barang dari Batam tidak boleh dikirim ke wilayah lain di Indonesia. Jika nekat, tindakan itu dianggap penyelundupan, lengkap dengan ancaman sanksi kepabeanan.

Untuk memperkuat aturan ini, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. Aturan ini juga mengatur ketat pengiriman barang dari Batam ke daerah lain di dalam negeri.

BACA JUGA:  Sinopsis Ikatan Cinta 2 Desember 2021: TAK DISANGKA! Rendy Enggan Bantu Al Melawan Irvan

Menteri Keuangan berdalih, regulasi ini bertujuan melindungi pengusaha nasional dan UMKM di luar Batam dari persaingan barang murah dari kawasan bebas pajak. Namun di sisi lain, pelaku UMKM Batam justru tercekik.

Mereka harus membayar Bea Masuk (BM) sebesar 7,5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen saat mengirim produk ke luar Batam. Akibatnya, harga jual melonjak, membuat produk mereka kalah sebelum bertanding di pasar nasional.

Usaha Kecil, Beban Besar

Dewi, akrab disapa Ibu Bana, pemilik produk kuliner “Tamban Menari”, hanya bisa mengelus dada. Meskipun produknya kerap mendapat pesanan dari luar Batam, banyak pembeli membatalkan orderan setelah mengetahui tingginya biaya tambahan.

BACA JUGA:  Silaturahmi Dengan Kajati Kepri Rudi Margono, Gubernur Ansar Ingin Kolaborasi Tetap Terjaga

“Sedih betul, cuan itu sudah di depan mata. Tapi gara-gara aturan pengiriman barang, hilang begitu saja,” keluh Dewi dengan nada pilu.

Hal serupa dialami pemilik “Banana Chips”, camilan keripik pisang beragam rasa yang digemari anak-anak dan remaja. Dengan kemasan kekinian dan rasa yang tak kalah dari produk nasional lainnya, Banana Chips seharusnya bisa lebih bersaing di pasar luas. Sayangnya, peluang itu pupus di hadapan aturan yang berat sebelah.

Produk-produk UMKM seperti Tamban Menari, Banana Chips, hingga Kopi Makcik—yang seluruhnya berbahan baku lokal—terpaksa menahan ambisi untuk menaklukkan pasar nasional. Bukan karena kualitas yang rendah, melainkan karena biaya kirim yang melonjak akibat pajak dan bea masuk.

BACA JUGA:  Dani Carvajal Cedera Lagi

Harapan Akan Kebijakan Khusus

Para pelaku UMKM Batam berharap pemerintah mempertimbangkan aturan khusus bagi mereka yang memproduksi barang tanpa bahan impor. Mereka meminta pembebasan dari bea masuk, PPN, dan PPh, agar produk lokal Batam bisa bersaing sehat di dalam negeri.

“Kami tidak minta istimewa, hanya ingin diperlakukan adil,” ujar salah satu pelaku UMKM lainnya.

Hingga kini, suara hati ribuan UMKM Batam itu masih menggema, menunggu jawaban yang bisa membuka jalan bagi produk mereka mengisi rak-rak pasar Indonesia. (bos)