PADA tahun 2024 mendatang, moment perdana dalam sejarah Indonesia, pesta demokrasi digelar secara serentak. Dimana, pada 14 Februari 2024, akan digelar Pemilu legislatif untuk DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota, hingga pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Selanjutnya, pada tahun yang sama, sesuai dengan direncanakan, berlangsung Pilkada serentak digelar pada 27 November 2024. Agenda politik Indonesia yang akan berlangsung secara serentak itu, akan menjadi tantangan tersendiri, bagi penyelenggara Pemilu. Baik KPU sebagai pelaksana pemilihan dan Bawaslu sebagai pengawas.
Dua lembaga ini menjadi elemen penting, pelaksanaan Pemilu, agar berjalan dengan baik. Sebagaimana peraturan bersama KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan tentang penyelenggaraan Pemilu, nomor 13, nomor 11 tahun 2012, nomor 1 tahun 2012, tentang kode etik penyelenggaraan Pemilu, maka penting untuk menjaga asas mandiri, jujur adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisien dan efektivitas.
Kode etik ini menjadi poin penting, bagi penyelenggara, untuk menjaga pelaksanaan Pemilu serentak, pada tahun 2024. Kode etik ini bisa menjadi kekuatan, sekaligus kontrol, agar bisa menjadi bahan evaluasi, terkait efisiensi dan efektivitas Pemilu serentak dimasa mendatang.
Selanjutnya, bagi Bawaslu dan KPU, penting untuk menjadikan moment tahun 2024, untuk memperkuat opini positif, sebagai penyelenggara, baik untuk peserta Pemilu dan masyarakat. Sinergitas itu juga penting untuk diperkuat, dengan memperhatikan aturan yang dikeluarkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Hingga kemudian, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), memberikan perhatian khusus bagi penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang. Dimana, KPK mengingatkan pentingnya menjaga integritas, tidak hanya peserta Pemilu, namun juga penyelenggara.
KPK memberikan perhatian dengan menjalankan fungsi sebagai diamanatkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga pelaksana dan peserta di Pemilu, menjatga komitmen, integritas dan kesadaran antikorupsi. Perhatian itu, tidak hanya mengantisipasi dari peluang kecurangan di Pemilu, namun juga berangkat dari pengalaman pelaksanaan pesta demokrasi sebelumnya.
Seperti yang terjadi pada Pemilu di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), terutama Batam, maka Pemilu 2024, menjadi momen penting, kemampuan penyelenggara, menjalankan Pemilu dengan menjalankan prinsip-prinsip yang diamanatkan UU Pemilu.
Hal ini penting, berangkat dari pengalaman Batam yang dalam setiap Pemilu, selalu menyisakan cerita lain yang kurang baik. Mulai peringatan keras untuk penyelenggara Pemilu, hingga pemecatan.
Dimana, pada tahun 2019, sebanyak lima dari lima anggota KPU Kota Batam, dipecat sebagai penyelenggara Pemilu. Kemudian, pada tahun 2020, Ketua dan satu anggota Bawaslu Kota Batam, mendapat peringatan keras dari DKPP, sebagaimana tercantum pada Perkara 02-PKE-DKPP/II/2020.
Sehingga, penting bagi penyelenggara menyadari, Pemilu merupakan bagian dari proses politik dalam dalam sistem demokrasi. Penting bagi penyelenggara dan peserta Pemilu, hingga masyarakat, menjaga proses politik, berjalan baik. Sehingga kepercayaan terhadap sistem demokrasi, tetap berjalan dengan baik.
Pemilu harus dijaga, sehingga bisa berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (jurdil). Sehingga, Bawaslu sebagai pengawas, harus mendapat ruang untuk menjalankan fungsinya, saat KPU menjalankan tahapan Pemilu. Demikian dengan KPU sebagai pelaksana tahapan Pemilu, harus mendapat kontrol dan dukungan dari Bawaslu, sehingga tahapan Pemilu, berjalan sesuai digariskan UU Pemilu.
Penting untuk disadari setiap penyelenggara Pemilu disemua tingkatan, baik oleh Bawaslu dan KPU, akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat atau publik. Dengan demikian, maka sedikit banyak akan mempengaruhi partisipasi masyarakat, pada penyelenggaraan Pemilu mendatang.
Poin penting lainnya yang perlu dipahami KPU dan Bawaslu, adalah, mereka dua lembaga yang diatur dalam satu aturan, terkait penyelenggaraan Pemilu. Sehingga, sinergitas antara dua lembaga ini, wajib hukumnya berjalan, untuk menjaga dan mendukung pelaksanaan Pemilu dengan baik. Kode etik penyelenggara Pemilu, menjadi rambu-rambu KPU dan Bawaslu bersikap.
Antara dan KPU secara jelas, diatur fungsi dan tugasnya dalam pelaksanaan Pemilu serta Pilkada. Sehingga, tidak ada alasan untuk dua lembaga ini untuk bersaing. Persaingan dua lembaga ini, akan mengganggu proses dan tahapan Pemilu yang berjalan. Sehingga kedua lembaga ini, mutlak untuk membangun sinergitas di setiap agenda Pemilu serta Pilkada.
Pengawasan dilakukan Bawaslu, dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga dalam tugas-tugasnya, KPU juga lebih mudah untuk menjalankan tugas, karena ada lembaga mitranya, yang bisa setiap saat mengingatkan, jika ada kelalaian atau ketidaksesuaian pelaksanaan Pemilu.
Dengan demikian, maka penting bagi KPU dan Bawaslu, untuk mengatasi tantangan penyelenggaraan Pemilu 2024. Harus ada inovasi untuk menjaga Pemilu berjalan dalam koridor yang benar. Serta memaksimalkan potensi dalam setiap tahapan Pemilu.
Bagi Bawaslu dan KPU, regulasi yang dikeluarkan, harus disiapkan dengan matang. Sehingga tidak menimbulkan polemik dan mengganggu tahapan Pemilu yang berjalan. Demikian dengan pemanfaatan anggaran yang harus berjalan efisien, dengan memanfaatkan teknologi informasi. Sehingga selain efektif, juga efisien.
Komitmen atas tugas yang diemban Bawaslu dan KPU, akan menjadi elemen kunci kelancaran pelaksanaan Pemilu dan Pilkada sertentak 2024 mendatang.***
Penulis: Martua P Butarbutar
Jurnalis, Penulis Buku Hedonisme Arus Balik Demokrasi dan buku Gerak UOUS, Indealisme, Komitmen, Institusi, Cita.