BATAMCLICK.COM – Aparat keamanan berhasil mengungkap kasus jual-beli senjata api dan amunisi kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Ironisnya, dari sejumlah pelaku yang diamankan tersebut tiga di antaranya merupakan oknum aparat keamanan itu sendiri.
Tiga oknum aparat keamanan tersebut diketahui bernama Praka MS yang merupakan oknum anggota TNI dan SHP serta MRA yang merupakan oknum anggota polisi.
Untuk mengusut kasus tersebut, polisi dan TNI saat ini masih melakukan pendalaman penyelidikan kepada yang bersangkutan.
600 amunisi dari oknum TNI
Seorang oknum anggota TNI bernama Praka MS tersebut diketahui dari kesatuan Yonif 731 Masariku, Kodam XVI Pattimura.
Keterlibatan oknum itu dalam bisnis penjualan senjata dan amunisi terungkap setelah aparat keamanan berhasil mengamankan warga sipil berinisial J dan AT.
Dari pemeriksaan sementara yang dilakukan itu, mereka mengaku senjata dan amunisi yang didapat berasal dari oknum anggota Polri dan TNI. Barang tersebut akan dijual kepada KKB di Papua.
Komandan Detasemen Polisi Militer (Kapomdam) Kodam XVI Pattimura Kolonel Cpm Paul Jhohanes Pelupessy mengatakan, Praka MS saat ini sudah ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan.
Adapun penetapan tersangka itu karena Praka MS terlibat dalam penjualan 600 butir amunisi untuk Yonif 731 kepada warga sipil yang selanjutnya diduga akan dijual kepada KKB.
Didapat dari latihan
Paul mengatakan, amunisi yang didapat Praka MS tersebut 200 di antaranya diketahui didapat dari saat latihan menembak.
Sedangkan 400 amunisi lainnya belum diketahui asalnya, namun, saat ini masih dilakukan pendalaman penyelidikan.
“Bagaimana cara amunisi 600 di satu orang prajurit, jadi pada saat latihan menembak dia berusaha mengumpulkan amunisi-amunisi itu. Trik tersangka ini pada saat latihan menembak dia pergi setelah mendapatkan amunisi lalu dia ambil dia sembunyikan, lalu selesai latihan besok paginya dia datang kembali untuk mengambil amunisi yang dia sembunyikan,” terangnya dia.
Dari penyelidikan sementara yang dilakukan itu, aksi yang dilakukan Praka MS seorang diri.
“Setelah kami lakukan penyelidikan sampai saat ini yang bersangkutan mengaku mengumpulkan amunisi itu seorang diri tanpa melibatkan rekan-rekannya yang lain,” ujar dia.
Meski demikian, pihaknya tidak langsung mempercayai pernyataannya tersebut. Upaya penyelidikan akan terus dilakukan.
“Karena kami tidak bisa percaya itu semua dari latihan menembak. Kita juga tidak bisa percaya begitu saja bahwa dia bermain sendirian, jadi kami masih dalami mudah-mudahan nanti ada informasi lanjutan,” kata dia.
Dua oknum polisi juga terlibat
Selain anggota TNI, kasus penjualan senjata api dan amunisi kepada warga sipil hingga jatuh ke tangan KKB tersebut ternyata juga melibatkan dua oknum anggota polisi.
Dua oknum polisi yang diketahui berinisial SHP dan MRA tersebut diketahui berasal dari Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease.
Mereka saat ini sudah ditahan bersama empat warga sipil lainnya berinisial SN, RM, HM dan AT yang terlibat dalam kasus tersebut.
Dari penyelidikan sementara yang dilakukan, kedua oknum polisi itu menjual tiga pucuk senjata api kepada KKB melalui perantara.
“Terkait apakah mereka berkomunikasi langsung, sebenarnya tidak, dari hasil penyelidikan mereka ini bukan langsung menjual ke KKB, tapi ada perantara yang berhubungan dengan KKB. Jadi, bukan oknum polisi langsung ke KKB,” kata Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Kombes Pol Leo Surya Nugraha Simatupang.
Dipecat dan terancam hukuman mati
Terkait ancaman hukuman kepada kedua oknum anggotanya itu, Leo mengatakan akan menggunakan Pasal Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api secara ilegal.
Adapun ancaman hukumannya adalah penjara seumur hidup atau mati.
Senada juga disampaikan Kabid Propam Polda Maluku, Kombes Pol Muhamad Syaripudin.
Menurutnya, selain terancam hukuman penjara seumur hidup mereka juga akan diberikan sanksi tambahan berupa pemecatan.
“Pada intinya apabila seorang anggota Polri melakukan sebuah tindak pidana dan itu diancam dengan hukuman 4 tahun penjara, itu akan ada sanksi tambahan saat sidang kode etik berupa pemberhentian secara tidak hormat atau dipecat,” ujar Syaripudin.
(dekk)
sumber: kompas.com