BATAMCLICK.COM, Jakarta: Di tengah berkurangnya tensi perang dagang global dan mulai stabilnya nilai tukar rupiah, secercah harapan muncul dari sudut pandang para pelaku pasar keuangan. Salah satu sinyal optimisme datang dari Fakhrul Fulvian, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, yang melihat peluang besar bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuan dalam pertemuan bulan Mei ini.
“Bisa kita lihat bahwa saat ini nilai tukar sudah stabil dan cenderung menguat, seiring meredanya perang dagang,” ujar Fakhrul saat ditemui di Jakarta, Senin (19/5). Ia menyebut bahwa kondisi ini membuka ruang gerak bagi BI untuk mulai melonggarkan kebijakan moneternya, sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang menghadapi tekanan global.
Menurutnya, tekanan terhadap perekonomian nasional terus meningkat seiring lesunya prospek ekonomi global, sehingga pemangkasan suku bunga bisa menjadi dorongan penting. “Urgensinya jelas, kita butuh pertumbuhan,” kata dia lugas.
Namun, bagi Fakhrul, suku bunga bukan satu-satunya hal yang perlu jadi perhatian. Instrumen lain seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga memegang peranan krusial. Ia menyoroti pentingnya penyesuaian tingkat imbal hasil SRBI dan jumlah yang dilelang agar tidak mengganggu likuiditas pasar uang.
“Pelaku pasar berharap kondisi likuiditas membaik jika imbal hasil SRBI bisa diturunkan,” jelasnya.
Di sisi lain, ia menyarankan agar pelonggaran kebijakan makroprudensial tetap dilanjutkan. Hal ini, menurutnya, penting untuk menjaga momentum pertumbuhan kredit yang menjadi urat nadi perekonomian, terlebih di tengah ketidakpastian ekonomi.
Fakhrul juga menyoroti pergerakan pasar saham yang menunjukkan sinyal positif. Menurutnya, jika BI memangkas suku bunga acuan (BI rate), itu akan menjadi katalis penting bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk bergerak ke atas. Ia memproyeksikan IHSG bisa menembus 7.300, didorong oleh sektor perbankan yang menjadi magnet bagi dana asing.
Namun ia memberi catatan penting: “Kita tetap harus waspada terhadap aksi ambil untung jika tensi perang dagang memanas kembali.”
Selain itu, pelaku pasar disebutnya juga tengah mengamati realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada April dan Mei, yang dinilai akan memengaruhi pasokan obligasi negara ke pasar. Menurut Fakhrul, belanja pemerintah akan menjadi faktor penentu apakah perekonomian nasional akan bangkit di semester II-2025 atau masih terseok di jalur pertumbuhan rendah.
“Volatilitas besar sudah berlalu. Sekarang kita tinggal melihat bagaimana pemerintah mengeksekusi belanja untuk mendukung pemulihan,” pungkasnya.
Pertemuan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia sendiri dijadwalkan berlangsung pada 20–21 Mei 2025. Saat ini, BI rate berada di level 5,75 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih menunjukkan dinamika. Pada Senin pagi, rupiah dibuka melemah 36 poin menjadi Rp16.481 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.445.
Kini, pasar menanti langkah Bank Indonesia: akankah mereka mengambil momen ini untuk memberi angin segar pada perekonomian?
Sumber: Antara
Editor: Novia Rizka