BATAMCLICK.COM- Tanjungpinang, Kepri – Di tengah laut biru Tanjungpinang, terdapat sebuah pulau kecil yang menyimpan jejak besar peradaban Melayu. Pulau Penyengat, begitulah namanya, bukan sekadar daratan seluas 2.000 x 850 meter. Bagi Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad, pulau ini adalah jembatan lintas generasi, tempat di mana sejarah, budaya, dan kebijaksanaan leluhur bersatu dalam harmoni.
“Pulau Penyengat bukan hanya cerita masa lalu. Ia adalah cermin identitas kita sebagai orang Melayu, dan penting untuk terus kita perkenalkan kepada dunia,” ujar Ansar di sela kunjungannya di Tanjungpinang, Sabtu.
Pemerintah Provinsi Kepri pun terus melakukan berbagai pembenahan untuk menghidupkan kembali denyut budaya di pulau yang dijuluki “Indera Sakti” ini. Bagi Ansar, promosi yang masif dan terencana adalah kunci agar Pulau Penyengat semakin dikenal dan dicintai oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
Sebagai bentuk keseriusan, pada Jumat (13/6), Gubernur Ansar mengajak dua pemimpin daerah, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, menyusuri titik-titik bersejarah di Pulau Penyengat. “Ini bagian dari rasa bangga kami sekaligus upaya memperkenalkan kekayaan budaya Kepulauan Riau ke tingkat nasional dan internasional,” tuturnya.
Di pulau ini berdiri Masjid Raya Sultan Riau, sebuah mahakarya arsitektur yang dibangun dari campuran unik: putih telur, batu kapur, dan pasir laut. Masjid ini tidak hanya megah, tapi juga menjadi simbol keimanan, persatuan, dan kegigihan masyarakat Melayu tempo dulu.
Lebih dari itu, Pulau Penyengat adalah tanah kelahiran Raja Ali Haji, pujangga agung pencipta Gurindam Dua Belas dan peletak dasar bahasa Melayu baku yang kemudian menjadi akar dari bahasa Indonesia. Di sinilah, semangat literasi dan kebangsaan tumbuh dan diwariskan. Makam dan perpustakaan kecil peninggalan sang tokoh masih dijaga dengan khidmat, menjadi saksi bisu nilai-nilai luhur yang tak lekang oleh waktu.
Tak hanya situs sejarah, Pulau Penyengat juga menawarkan pengalaman wisata budaya yang autentik. Suasana kampung yang damai, sapaan hangat warga lokal, dan panorama laut yang menyejukkan menjadikan setiap langkah di pulau ini penuh makna dan kesan.
“Pulau ini mengajarkan kita bahwa warisan budaya bukan sekadar untuk dikenang, tetapi untuk dihidupkan kembali—dengan cinta, penghormatan, dan rasa ingin tahu,” kata Ansar dengan penuh haru.
Ansar pun mengajak seluruh pihak, dari pemerintah hingga masyarakat umum, untuk turut menjelajahi dan merawat Pulau Penyengat, meniti jembatan budaya yang menghubungkan masa lalu dan masa depan.
Pulau yang hanya berjarak dua kilometer dari pusat Kota Tanjungpinang ini bisa dicapai dengan pompong, perahu bermotor tradisional, dalam waktu sekitar 15 menit. Lokasinya juga cukup dekat dari Batam, hanya sekitar 35 kilometer jauhnya.
Pulau Penyengat bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah napas kebudayaan Melayu yang terus hidup, dari generasi ke generasi.***