BATAMCLICK.COM, Beijing: Di tengah gejolak ekonomi global yang dipenuhi dengan proteksionisme dan ketidakpastian, China dan negara-negara ASEAN memberikan secercah harapan dengan merampungkan negosiasi Kawasan Perdagangan Bebas China-ASEAN Versi 3.0 (CAFTA 3.0). Kesepakatan ini bukan hanya menandai pencapaian diplomatik, tetapi juga menjadi simbol komitmen bersama untuk membuka lembaran baru dalam perdagangan bebas dan kerja sama ekonomi.
Pengumuman penting ini disampaikan dalam pertemuan daring para menteri ekonomi dan perdagangan China-ASEAN pada Selasa (20/5). Menurut Kementerian Perdagangan China, CAFTA 3.0 akan menjadi dorongan kuat bagi perdagangan terbuka dan berkeadilan, serta menghadirkan stabilitas baru di tengah lanskap ekonomi dunia yang terus berubah.
Sejak diluncurkan pada 2010 dan diperbarui melalui versi 2.0 pada 2015, CAFTA terus berkembang sebagai zona perdagangan bebas terbesar di antara negara-negara berkembang. Kini, dengan versi 3.0, China dan ASEAN bersiap menandatangani protokol peningkatan sebelum akhir 2025.
Profesor Feng Gui dari Universitas Keuangan dan Ekonomi Guangxi menilai CAFTA 3.0 sebagai contoh nyata kerja sama Global South yang mampu mendorong industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, dan alih teknologi di kawasan ASEAN. Perjanjian ini akan membawa sembilan bab baru yang meliputi ekonomi digital, ekonomi hijau, hingga konektivitas rantai pasokan.
Ini bukan sekadar teknis, tapi juga transformasi mendalam. Aturan baru akan memperlancar aliran faktor produksi lintas negara serta memberikan dukungan kelembagaan untuk membangun rantai pasokan yang aman dan stabil. Ekonomi digital disebut-sebut sebagai salah satu sektor yang paling diuntungkan dari kerja sama ini.
Profesor Chen Zhe dari Universitas Ilmu Politik dan Hukum Barat Daya menambahkan bahwa pengalaman China dalam membangun infrastruktur digital dapat menjembatani kesenjangan digital di ASEAN, sekaligus membuka peluang besar bagi UMKM di kawasan. Lebih dari sekadar perdagangan, CAFTA 3.0 mencerminkan tekad China untuk berperan aktif dalam menyusun aturan perdagangan digital global.
Hubungan ekonomi China-ASEAN sendiri terus menguat. Keduanya menjadi mitra dagang terbesar satu sama lain selama lima tahun terakhir, dengan lonjakan nilai perdagangan dari hanya 8 miliar dolar AS pada 1991 menjadi hampir 1 triliun dolar AS pada 2024. Bahkan dalam empat bulan pertama 2025, perdagangan bilateral mencapai 2,38 triliun yuan, naik 9,2 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn melihat CAFTA 3.0 sebagai peluang untuk mendorong kerja sama manufaktur cerdas, konektivitas, dan transformasi hijau. Para ahli juga menekankan bahwa kerangka kerja yang semakin berbasis aturan ini membuktikan bahwa negara-negara berkembang dapat memimpin integrasi ekonomi tanpa bergantung pada standar dari negara maju.
Menteri Perdagangan China Wang Wentao menegaskan komitmen negaranya untuk menjaga stabilitas rantai pasokan dan industri global bersama ASEAN. Di tengah berbagai tekanan geopolitik dan ekonomi, CAFTA 3.0 menjadi bukti bahwa kolaborasi dan keterbukaan masih punya ruang besar dalam membentuk masa depan ekonomi dunia yang lebih adil dan merata.
Sumber: Antara
Editor: Novia Rizka