Gelar Adat Kapolri, Simbol Ingatan Budi yang Mengakar dalam Tanah Melayu

Gelar Adat Kapolri dari Melayu
Gelar Adat Kapolri dari Melayu

Lembaga Adat Melayu Riau menganugerahkan Gelar Adat Kapolri sebagai bentuk penghormatan atas budi yang tak lekang oleh waktu.

Pekanbaru — Dalam suasana yang penuh takzim dan haru, Gelar Adat Kapolri kepada Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Prosesi yang berlangsung Sabtu siang di Pekanbaru ini bukan sekadar seremoni, melainkan penanda luhur akan nilai “Ingatan Budi” yang terjunjung tinggi dalam budaya Melayu.

Di hadapan para tokoh adat, budayawan, serta pejabat negara dan masyarakat adat, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, menyampaikan makna mendalam dari penghargaan tersebut.

“Ini bukan sekadar penghargaan simbolik. Ini adalah bentuk nyata dari upaya kami menghidupkan dan meneguhkan nilai budi dalam adat dan budaya Melayu. Kami menebar dan membalas budi,” ujar Datuk Seri Taufik dalam sambutannya.

Ingatan Budi: Memori yang Hidup dan Menyatu dengan Tanah

Konsep Ingatan Budi dalam tradisi Melayu bukanlah ingatan biasa. Ia merupakan kesadaran batin yang melahirkan empati, penghormatan, dan keluhuran sikap. Di dalam masyarakat Melayu, budi menempati tempat mulia sebagai pondasi peradaban. Menanamkan dari generasi ke generasi.

“Budi adalah cahaya yang tak kasat mata, namun ia hidup, mewangi di bumi dan merambat ke akhirat. Inilah yang kami rawat dan hormati,” tutur Datuk Taufik, dengan nada suara yang menyentuh hati.

Ia mengutip peribahasa Melayu: “Hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati.” Peribahasa ini bukan hanya pengingat, melainkan napas yang membentuk identitas masyarakat Melayu.

Tradisi yang Menembus Batas dan Zaman

Penganugerahan kepada Kapolri juga mencerminkan keberlanjutan tradisi Melayu dalam memuliakan budi, tak hanya kepada sesama, tetapi juga kepada siapa pun yang telah memberikan jasa besar kepada negeri—lintas profesi, agama, bahkan bangsa.

Datuk Taufik menyinggung sejarah panjang penghormatan adat, dari kisah kesetiaan Hang Tuah di Melaka, hingga penghormatan yang kepada Jenderal Portugis Verdicho Marloce, yang makamnya ada di kompleks pemakaman Sultan Indragiri.

“Tradisi membalas budi ini telah melampaui sekat waktu dan identitas. Ia menjadi semangat perekat yang tak lekang oleh zaman,” tambahnya.

Membalas Budi, Meneguhkan Bangsa

Dengan penuh harapan, LAMR menegaskan bahwa gelar adat kepada Kapolri bukan hanya untuk mengenang, tetapi untuk menghidupkan kembali etika sosial dalam kehidupan berbangsa. Keteladanan, hormat, dan kebaikan yang mengakar di tanah Melayu harus terus terawat.

Melalui penganugerahan ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi bagian dari keluarga besar Melayu, bukan hanya secara simbolis, melainkan juga secara nilai dan ikatan batin.

Karena bagi masyarakat Melayu, gelar bukan sekadar nama—melainkan bentuk cinta, penghormatan, dan janji untuk terus menjaga nilai-nilai mulia dalam hidup bersama.

Penulis: kantor berita antaraEditor: papidedy