BATAMCLICK.COM: Kata hilirisasi kerap kali digaungkan pemerintah Indonesia sebagai keniscayaan dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) yang melimpah di bumi pertiwi.
Keseriusan dalam membangun dan meningkatkan hilirisasi mulai menunjukkan kemajuan yang berarti. Tak hanya sektor pertambangan yang memang belakangan menjadi sorotan, usai keran ekspor bijih nikel (mentah) dihentikan, sektor kelautan dan perikanan pun semakin membenahi diri dan serius dengan program hilirisasi yang menjadi salah satu fokus Presiden Joko Widodo.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, program ini mampu memacu tumbuhnya industri hilirisasi sektor perikanan, di antaranya penangkapan ikan terukur berbasis kuota, hingga pembangunan tambak udang berkelanjutan.
Pada dasarnya ekonomi biru merupakan program yang mengusung konsep mewujudkan keseimbangan antara dua aspek, yakni ekologi dan ekonomi. Artinya potensi kelautan tak hanya dilihat dari sisi ekonomi, namun juga sangat menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup atau kesehatan laut.
Bahkan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menempatkan ekologi sebagai “panglima” yang mengawal program-program di kementerian itu.
Untuk itu, KKP telah menyiapkan peta jalan sebagai acuan dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan Indonesia hingga 25 tahun ke depan.
Lima program kebijakan ekonomi biru yang disebut-sebut mengutamakan kepentingan masyarakat ini mencakup perluasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota, pembangunan perikanan budi daya ramah lingkungan, pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, serta penanganan sampah plastik di laut.
Sementara untuk mendukung program tersebut, payung hukum sebagai landasan telah diterbitkan dalam mendukung implementasi masing-masing kebijakan, di antaranya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) No. 21/2023 tentang Harga Acuan Ikan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, dan Kepmen KP No.14 Tahun 2021 tentang Kebijakan Alur Pipa dan Kabel Bawah Laut.
Daya Saing
Dengan luasnya perairan Nusantara, Indonesia memiliki komoditas perikanan tangkap dan budi daya yang diharapkan mampu menjadi juara di pasar global.
Target yang jelas memang sudah seharusnya dibarengi dengan upaya nyata dalam merealisasikannya. Karena itu, KKP telah menyiapkan strategi, di antaranya meningkatkan nilai tambah bahan baku menjadi olahan atau disiapkan menjadi bahan baku proses industri selanjutnya.
Upaya lain adalah menghasilkan produk untuk substitusi mengurangi ketergantungan bahan impor, hingga mengembangkan inovasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi pengolahan hasil kelautan dan perikanan.
Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (Ditjen PDSKP) KKP mencatat bahwa dalam membangkitkan industri kelautan dan perikanan dilakukan melalui strategi hilirisasi, sehingga mampu meningkatkan kualitas mutu produk dan nilai tambah untuk peningkatan investasi dan ekspor.
Strategi hilirisasi industri pengolahan dilakukan untuk komoditas tuna-tongkol-cakalang (TTC), rajungan-kepiting, udang dan rumput laut, serta peningkatan ragam (diversifikasi) produk.
Melihat lebih jauh, industri pengolahan komoditas TTC di Indonesia berjumlah 1.019 unit pengolahan ikan (UPI), dengan volume produk olahan Tahun 2022 sebesar 318.167 ton, dengan nilai ekspor 960,34 juta dolar AS yang diekspor dalam bentuk beku 67 persen, 26 persen kaleng, 4 persen segar dingin, 1 persen asap, serta 2 persen olahan lainnya.
Adapun UPI merupakan unit kepanjangan tangan dari Ditjen PDSKP, yang dibina secara teknis dalam penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) atau penerapan pengolahan ikan yang baik dan Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP) atau standar prosedur operasi sanitasi.
Dengan terpenuhinya dua instrumen itu, maka akan menjadi faktor penting dalam penerbitan sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) sebab keamanan pangan terjamin.
Ragam diversifikasi produk yang dihasilkan UPI di Indonesia pun bermacam-macam, antara lain dalalm bentuk beku, yakni loin, cooked loin, steak, saku, cube, fillet, slice atau hazai, ground meat, strip, skewer, toro, chutoro, utoro, belly, tulang atau rusuk tuna, sementara bentuk segar berupa utuh shashimi, loin. Disusul tuna kaleng atau kemasan.
Olahan lainnya berupa bakso, tahu tuna, bakpia tuna, nugget, kaki naga, pastel, abon, otak-otak, martabak, galantin, risol, burger, pizza, rendang, siomay, dimsum, rolade, sambal, serta dalam bentuk asap berupa ikan kayu atau katsuobushi.
Sementara untuk produk nonpangan, antara lain tepung ikan, minyak ikan tuna, ekstrak tuna, dan hidolisat ikan tuna.
Dari segi penjualan, komoditas TTC dengan produk fillet tuna beku dijual dengan kisaran Rp148.000 per kilogram.
Disusul tuna sirip kuning dan tuna sirip biru grade sashimi utuh segar dengan kisaran Rp111.000 hingga Rp122.000 per kilogram, sementara ikan asap/kayu dipatok dengan kisaran Rp108.000 per kilogram dan tuna kaleng dengan harga jual Rp60.000 per kilogram.
Rajungan-kepiting yang juga menjadi komoditas idola,KKP menghadirkan sebanyak 128 UPI dengan volume ekspor produk olahan pada 2022 sebanyak 21.942 ton dengan nilai ekspor sebesar 482,81 juta dolar AS yang diekspor dalam bentuk 74 persen segar dingin, 16 persen beku, 5 persen kaleng, dan 5 persen olahan lainnya.
Ragam diversifikasi produknya yang dihasilkan antara lain beku yakni rajungan-kepiting utuh, kue kepiting, pasteurisasi beku, kaleng yakni pasteurisasi kaleng yang dipasarkan ke Amerika Serikat, olahan lainnya beku.
Adapun harga jual produk rajungan kaleng yakni Rp44.000-Rp77.000 per kaleng (6 oz) atau kisaran Rp250.000-Rp450.000 per kilogram.
Produk non pangan bernilai tambah antara lain chitin/chitosan (semacam zat tertentu dari kerangka atau cangkang) yang dimanfaatkan untuk pupuk organik, pengawet makanan hingga bahan lensa kontak dan farmasi serta biokimia yang dipasarkan ke AS, China, Jepang dan Korea.
Membuka bilik komoditas lain yakni udang, berdasarkan data sertifikat GMP, terdapat sebanyak 356 UPI udang yang tersebar di Indonesia. Pengembangan produk komoditas ini berupa udang utuh dalam bentuk udang segar atau hidup, produk segar (head on/head less).
Udang olahan dalam bentuk produk udang beku yakni peeled deveined (PD), peeled undeveined (PUD), peeled tail on (PTO), peeled deveined tail on (PDTO), PDTO Butterfly, PDTO round cut, PDTO full cut, PDTO stretched.
Produk dengan nilai tambah meliputi nuget, dimsum, bakso dan udang tepung roti. Sementara dalam bentuk kaleng yakni udang kaleng, kemudian produk fermentasi berupa terasi.
Kepala atau cangkang udang juga dimanfaatkan, seperti halnya rajungan atau kepiting untuk menjadi chitin, chitosan, pigmen astaxantin, dan bahan tambahan pada bahan pangan untuk membantu mempertegas dan meningkatkan rasa (flavor enhancher).
Pasar utama udang meliputi Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa dan ASEAN. Sementara itu, nilai ekspor komoditas udang Indonesia di pasar Tiongkok mengalami peningkatan sebesar 69,37 juta dolar AS atau meningkat 149,16 persen dibanding tahun 2021.
Jepang pada 2022 mengalami peningkatan sebesar 25,40 juta dolar AS atau meningkat 6,98 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, ASEAN mengalami peningkatan sebesar 12,02 juta dolar AS atau meningkat 41,02 persen.
Disusul Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 3,72 juta dolar AS atau meningkat 6,88 persen. Sedangkan untuk pasar Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar 174,08 juta dolar AS atau menurun 10,90 persen.
Melalui program berupa penelitian atau pengembangan inovasi, peningkatan pelayanan jasa laboratorium analisis, pengembangan diversifikasi produk hingga penyelenggaraan pameran nasional dan internasional secara berkala dalam rangka memasyarakatkan produk-produk industri pangan dan non pangan, Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistiyo berharap dapat meningkatkan nilai jual sehingga mampu mendongkrak perekonomian dalam negeri yang turut berdampak pada penyerapan SDM atau membuka lapangan kerja.
Selain itu, ragam produk buatan Indonesia di bawah binaan KKP diyakini dapat meningkatkan keinginan mengonsumsi atau memilih produk buatan karya anak bangsa yang pada akhirnya menggelorakan semangat mendukung produk Nasional dalam bingkai Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Sumber : Antara