BATAMCLICK.COM : Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan bahwa perkawinan yang dimulai dengan kekerasan dalam kawin tangkap akan memberikan dampak yang tidak sehat bagi kelangsungan rumah tangga.
“Harapannya, permasalahan kawin tangkap ini tidak berlanjut pada masa mendatang karena memberikan trauma spesifik kepada perempuan korban maupun pada laki-laki yang yang turut membangun rumah tangga, serta mempengaruhi kehidupan jangka panjang,” kata Andy Yentriyani saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Terkait hal ini, kata dia, maka upaya transformasi budaya dan transformasi pemikiran yang dilaksanakan di Sumba Tengah, NTT, patut diapresiasi dan terus didukung seluruh pihak.
Senada, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang salah satunya adalah praktik kawin tangkap yang mengatasnamakan budaya.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati mendukung kesepakatan bersama tokoh adat Sumba Tengah untuk menghentikan praktik budaya kawin tangkap.
“Kesepakatan bersama ini merupakan tindak lanjut yang positif dari penandatanganan MoU di tahun 2020 antara empat bupati di Sumba yang turut dihadiri oleh Menteri PPPA. Hal ini harus kita kawal bersama, agar seluruh pihak bisa terlibat dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan, terutama praktik kawin tangkap yang masih marak,” kata Ratna.
Menurut dia, kesepakatan ini menjadi bukti keseriusan seluruh pihak mulai dari pemerintah daerah, lembaga masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat dalam menyudahi perkawinan paksa yang mengatasnamakan budaya.
Ratna Susianawati menyampaikan upaya Kementerian PPPA dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan dengan disahkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Dalam UU TPKS disebutkan bahwa perkawinan paksa merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual.
Sumber : Antara