Pensil : Pensiun Usil…
Sapi termasuk hewan istimewa, dalam kitab suci Al Qur’an dari 30 surat yang ada, tercantum surat ke-2 yakni surat Al-Baqarah, yang artinya sapi betina, karena bercerita tentang kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Kemudian sapi juga binatang suci umat Hindu, tercantum dalam kitab suci Weda, sapi dilambangkan sebagai ibu, juga dilambangkan sebagai sumber kemakmuran (bumi) dan ibu dari segala ternak. Hal tersebut membuat sapi sebagai sebagai hewan yang sakral dalam agama Hindu.
Saking istimewanya hewan tersebut, dijadikan sebagai thema nyanyian atau istilah-istilah sehari-hari. Sebut saja ada lagu lama dari Sumatera Barat yang dinyanyikan penyanyi lama Alwi Oslan , kira-kita syairnya antara lain “ geleang-geleang sapi babulu talingo talingonyo, dima si buyung sakik, di rumah mintuonyo”.
Ada lagi lagu dari negeri jiran disana sapi disebut lembu, dimana judul “Kereta Lembu”. Syairnya sedikit rock ala 60-an ‘ kereta lembu dari Melaka, ditarik oleh lembu perkasa, ah. Kereta lembu rodanya dua, jalannya tak laju sejam sebatu”.
Jelaslah sapi atau lembu, binatang istimewa bahkan sangat istimewa, tercatat dalam kitab suci dua agama dan dinyanyikan lagi lagunya. Istimewanya sapi boleh dikatakan tidak pernah salah, karena sapi punya dua ayat, pasal satu: sapi tidak pernah salah, pasal dua: jika sapi salah kembali ke pasal satu. Tidak seperti kambing sepupu atau dua pupu dari sapi karena sama-sama memamah biak yang selalu disalahkan, orang yang bikin salah, kambing kena batunya, orang salah ngeles dan mengelak dan menuduh orang lain dengan sebutan “kambing hitam”. Apa tak pasal kambing kena getahnya.
Jika menyimak lagu di atas, lagu pertama cuman menyebutkan geleng-geleng sapi berbulu telinganya, memang dari sononya telinga sapi bebulu. Tak ghibah atau gossip, memang telinga sapi berbulu, tidak menyalahkan sapi. Pada lagu kedua, coba cermati lagunya, kereta lembu (mungkin maksudnya pedati), dari Melaka ditarik oleh lembu perkasa. Lembu atau sapi dipuja menjadi perkasa. Anehnya bait selanjutya coba disimak, kereta lembu rodanya dua, jalannya tak laju, sejam sebatu. Padahal jalannya tak laju sejam sebatu (kira-kira sejam satu kilometer). Jalan tak laju masih disebut perkasa..hahahaha..Mungkin perlu juga sapi diajari lari jangan hanya jalan, misalnya lari marathon 42 km, ditempuh dengan waktu 4 jam lebih… hehehe..bisa jadi juara olimpiade tu sapi.

Sapi juga jago dalam hal membrandingkan diri. Susu lembu yang adik beradik dengan sapi, tetap saja yang punya nama sapi, yakni susu sapi. Juga bisa dilihat sehari-hari, telur ayam digoreng berubah namanya jadi telur mata sapi. Apa tak hebat si sapi. Saat ini banyak orang macam sapi, orang lain yang tungkus lumus, lintang pukang bekerja, dia pula yang dapat nama. Luarbiasa tu si sapi. Puja puji terhadap sapi seperti kisah di atas menjadi sapi jadi idola, sapi si suci tak pernah salah, kalau sapi lambat jalannya, bukan salah si sapi, kenapa disuruh jalan dengan hanya roda dua, coba diajari berlari dengan roda empat, pasti kencang. Sapi juga dengan tidak malu-malu membranding dirinya dengan memakai produk hewan lain, tanpa berbuat apa-apa. Seperti satu dua manusia juga yang imagenya dijaga bahwa dialah yang berbuat banyak , orang lain seolah tak ada kerja. Kadang perlu juga seperti sapi tak berkeringat tapi dapat nama. Saking banyak puja puji kepada sapi, terkadang sampai menyembah kepada “sapi”. Kemana “sapi” pergi diikuti sampai ke kandang pun ikut. Macam lagu ketiga dalam tulisan ini, judulnya :gembala sapi”. Liriknya “ saya ini si gembala sapi, young liede young lie, young liede, inilah kerjanya si gembala sapi apa yang kupikirkan lagi. Bila hari telah petang sapi pulang ke kandang saya turut dari belakang. Jika sudah tutup pintu kandang, si gembala menyenangkan badan, inilah kerjanya si gembala sapi, apa yang kupikirkan lagi….dstnya”.
Jika sudah si “sapi” masuk kandang , baru pengembala alias pengikut sapi bisa menyenangkan diri. Ini parah ni parah hahaha…begitu setianya seorang pengembala sapi dengan sapinya. Harusnya sapinya yang mengikutin penggembala, tapi dunia terbalik penggembala patuh pada sapi. Karena sapi memang paten lah, sesekali dia menyamarkan diri, padahal susunya banyak tapi si sapi menyamarkan brandingnya menjadi susu beruang. Kalau sapi sudah banyak uangnya makanya menjadi beruang. Dengan uanglah sapi mengendalikan penggembalanya agar patuh dan taat.
Demikian sekilas cerita sapi, kayaknya enak juga jadi sapi ya, bisa apa saja, perlu juga dibuat tagline “ hayo memasyarakatkan sapi, dan menyapikan masyarakat”..hahahaha..
Terakhir saya kutip kata-kata Alfred Hutchcock , sutradara Inggris 1899-1980 “ I never said all actors are cattle, what I said was all actors should be treated like cattle”. ( saya tidak pernah bilang bahwa para actor adalah sapi. Saya hanya bilang mereka harus diperlakukan seperti sapi).
Batam, 26 Desember 2022