Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi PH Terdakwa Kasus Bela Rempang

Batamclick.com, Batam – Sidang kasus bela rempang kembali digelar, kali ini dalam sidang Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa kasus bela Rempang.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Batam memaparkan bahwa dakwaan terhadap terdakwa kasus bela rempang sudah memenuhi syarat formil. Sehingga secara tegas Tim JPU menolak seluruh eksepsi yang disampaikan terdakwa kasus bela rempang melalui Penasehat Hukumnya (PH).

Hal itu karena eksepsi yang disampaikan sudah masuk substansi alias materi pokok perkara.

Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi menjelaskan bahwa perbuatan yang didakwa terdakwa sama, sehingga harus diganjar dengan pasal yang sama, kecuali menurutnya kalau berbeda maka harus diberikan pasal yang berbeda-beda.

“Apa yang dibacakan oleh Tim JPU, itulah keputusan kami selaku tim JPU dari Kejari Batam,” ungkap Kasna kepada awak media.

Dalam tanggapan JPU dijelaskan, bahwa dakwaan yang disusun JPU sudah sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan ekspsi terdakwa telah menyangkut materi pokok perkara.

Sehingga menurutnya Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor Register Perkara PDM- 286/Eku.2/Batam/2023 yang telah dibacakan di depan persidangan pada Kamis, tanggal 21 Desember 2023 lalu telah memenuhi syarat formil dan materiil berdasarkan pasal 143 ayat 2 KUHAP.

BACA JUGA:  Didampingi Gubernur Ansar, Presiden Jokowi Disambut Antusias Masyarakat Tanjungpinang

“Menyatakan pemeriksaan pokok perkara a quo tetap dilanjutkan,” ucapnya tim dalam jawabannya.

JPU memaparkan, penasihat hukum dalam eksepsinya menyampaikan bahwa JPU tidak memahami makna penggabungan dan pemisahan perkara yang seharusnya memisahkan semua perbuatan pada perkara terpisah, serta penggabungan perkara yang dilakukan hanya membuktikan ketidakmampuan JPU menyusun dakwaan secara jelas, tepat, dan lengkap terhadap pasal-pasal yang didakwakan.

“Sejatinya, Penasihat Hukum lah yang telah keliru memahami makna penggabungan dan pemisahan (spliting) perkara. Berdasarkan ketentuan, maka pada hakikatnya Penuntut Umum telah benar dan tidak melanggar ketentuan terkait dengan penggabungan dan pemisahanan perkara. Hal tersebut justru menunjukkan bahwa penasihat hukum sepertinya tidak menghormati Asas Peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan untuk kepentingan penegakan hukum yang efisien dan profesional. Terlebih lagi, hal tersebut pada hakikatnya tidak termasuk objek eksepsi dalam KUHAP,” papar Tim JPU.

BACA JUGA:  Imigrasi Singapura Masukkan UAS dalam Ruangan Mirip Liang Lahat, Lalu Dideportasi PAKSA

Selanjutnya terkait dengan pernyataan Penasihat Hukum bahwa Pasal 214 ayat (2) ke-1 KUHP dan Pasal 214 ayat (1) KUHP tidak bisa dialternatifkan karena satu kesatuan dengan Pasal 212 atau Pasal 211 KUHP, menurutnya hal tersebut menunjukkan kembali bahwa Penasihat Hukum tidak menguasai dan memahami secara konkrit mengenai Hukum Pidana yang mana terdapat rumusan delik atau perbuatan pidana.

Unsur yang tidak tercantum dalam surat dakwaan oleh penuntut umum tidak perlu disebut dalam surat dakwaan oleh Penuntut Umum. Dalam hal ini Pasal 214 ayat 2 ke-1 KUHP dan Pasal 214 ayat 1 KUHP kualifikasinya merupakan pemberatan dari Pasal 211 atau Pasal 212 KUHP sama halnya dengan pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) yang penerapannya tidak perlu di juncto kan dengan Pasal 362 KUHP.

“Dengan demikian bukan surat dakwaan penuntut umum yang tidak cermat, tidak tepat, namun penasihat hukum lah yang tidak cermat, tidak tepat, dan tidak memahami makna penggabungan dan pemisahan (splitsing),” tegas Tim JPU.

Ditambahkannya, penasihat hukum dalam eksepsinya memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara PDM-286/Eku 2/Batam/2023 sebagai dakwaan yang batal demi hukum, namun Penasihat Hukum tidak memahami syarat-syarat dakwaan batal demi hukum sebagaimana yang telah kami uraikan diatas karena surat dakwaan tersebut sejatinya telah memenuhi syarat formil, materil, disusun dari hasil penyidikan yang sah sebagaimana telah di uji dalam proses Pra Peradilan dan telah mendapatkan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

BACA JUGA:  Cen Sui Lan Realisasikan Pembangunan Dua Jembatan Gantung di Anambas

Selebihnya pendapat Penasehat Hukum dalam eksepsinya bukanlah termasuk materi eksepsi (keberatan) sebagaimana diatur dalam KUHAP melainkan termasuk pokok perkara, sehingga pendapat Penasehat Hukum dalam eksepsinya (keberatan) hanya merupakan rangkaian kata-kata yang sifatnya subjektif tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya.

“Padahal perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata (Facta sunt potentiora verbis), maka dengan demikian perkara a quo harus dilanjutkan proses penanganannya untuk dibuktikan,” pungkas Tim JPU.

Usai mendengarkan pembacaan jawaban JPU terhadap eksepsi terdakwa, Majelis Hakim kemudian menutup sidang sekaligus menyepakati bahwa sidang akan dilanjutkan kembali pada 15 Januari 2024.